Buku ini diterbitkan sebab Islam Nusantara telah menjadi pembicaraan yang ramai di kalangan masyarakat.Terutama setelah panitia Muktamar NU ke-33 di Jombang tahun 2015 menjadiakan sebagai gagasan yang didiskusikan. Maka dari itu terbitlah buku ini,Dan di dalam buku ini tidak hanya satu pengarang akan tetapi beberapa penulis adalah: Nur Khalik RIdwan,Abdul Rozaki,Islah Gusmian,Ahmad Majidun,M.Mustafied,Ahmad Salehudin,Ali Usman,Maesur Zaky,Ichwan DS,Amirul Ulum.Buku ini di terbitkan pada 1,Agustus 2015.Di terbitkan di Girya Madina Mlati,No.05 Jumeneng Kidul 003/020 Sumberadi Mlati Sleman Daerah Istimewah Yogyakarta.memiliki 13 (tiga belas) bagian, hlm buku ini ada sekitar 344 halaman.dijual dengan harga,Rp.45.000.00.Pembahasan yang ada di dalam buku ini adalah tentang keagamaan.Karena nilai-nilai yang dikembangkan Isnus,diyakini memberikan maslahah bagi pembentukan watak dan karakter masyarakat Indonesia.
Isnus dari sudut pengertian,merupakan gabungan dari dua kata,Islam dan Nusantara.Islam merujuk pada agama luhur yang dibawa Kanjeng Nabi Muhammad yan lahir di Mekkah.Mendengar kata Nusantara ini,dalam sejarah dikaitkan dengan konsep yang dibuat oleh kerajaan Majapahit dan patih Gajah Mada.Nusantara yang dipakai Isnus ini mencakup Indonesia beserta wilayah-wilayahnya, Gerakan dan perilaku Islam Nusantara tersebut, kata Ma’ruf Amin, penting untuk terus disosialisasikan di tengah berkembangnya banyak paham keagamaan. Seperti mu’tazilah, jabariyah, syiah, radikalisme dan lain-lain. “Nah, Islam Nusantara ini berbeda dalam cara berpikir dan berperilaku seperti umat Islam di Timur Tengah yang saling membunuh itu,” ujarnya.
Setidaknya kata Ma’ruf Amin, ada tiga aspek Islam Nusantara tersebut antara lain, pemikiran, gerakan, dan amaliyah. Yaitu cara berpikir moderat (tawassuth), tidak hanya berpegangan pada teks-teks (tekstual), tapi juga tidak liberal. “Untuk kelompok yang hanya berpegang pada teks-teks itu, maka mereka yang berperilaku di luar teks akan dianggap menyimpang dari Islam,” tambah Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia itu.
Sementara, Islam Nusantara ketika menghadapi masalah dan tidak ada dasarnya dalam teks, nash (Al-Quran), maka kita terus mengkaji terlebih dahulu berdasarkan hadis, pendapat para ulama, dan sebagainya dengan pendekatan kebaikan, maslahat, istihsan dan selama tidak bertentangan dengan agama. Seperti acara halal bihalal, maulid Nabi Muhammad SAW, tahlilan, Rajaban, haul, peringatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari dan sebagainya.
“Jadi, Islam Nusantara itu bukan agama baru, melainkan beragama dengan berperilaku melalui pendekatan-pendekatan keagamaan yang moderat, dinamis (tatawwur), tak hanya berpegang pada teks-teks, Al-Quran, tapi melakukan pengkajian yang mendalam (istimbath) dengan tetap berpegang pada landasan agama (manhaj), ketika dasar dalam nash itu tidak ada, dan besifat dinamis, tidak statis,” tambahnya.
Karena itu, Islam Nusantara itu adalah gerakan Islam yang berkemajuan (harakatul ishlahiyah), gerakan perbaikan-perbaikan, maka itu ada kaidah ‘Almuhafadhatu alal qodimis sholih wal akhdu biljadidil ashlah-memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik. Tapi kata KH. Ma’ruf Amin, mengambil (akhdu) itu pasif, sedangkan gerakan itu seharusnya aktif, inovatif dan kreatif. “Jadi, Islam Nusantara ini harus melakukan perbaikan-perbaikan secara aktif,” tuturnya.
Selain itu menurut KH. Ma’ruf Amin, dalam gerakan perbaikan itu dengan taqdimul ashlah alas-sholah yaitu mendahulukan yang terbaik daripada yang baik. Juga sepanjang tidak menimbulkan gejolak, disharmoni. Selanjutnya berpikir dan berperilaku yang seimbang (tawazun), tathawwuriyah (sukarela) sehingga tidak memaksa-maksa orang lain untuk mengikuti agama kita, namun juga tidak masa bodoh. Terakhir adalah bersikap santun, dan toleran.
Meski ada hal-hal yang diatur secara formal. Seperti UU (qonun) dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, zakat, haji, bank syariah, asuransi syariah, kesepakatan, demokratis-konstitusional, dan sepanjang tidak menimbulkan kegaduhan, maupun konflik. “Kalau pun tidak setuju dengan kesepakatan itu, maka substansi saja yang diamalkan. jadi, bagaimana pun praktek-praktek keagamaan itu kita beri ruang sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka perlu pengkajian mendalam agar menjadi perilaku sehari-hari, agar tidak lahir Islam yang radikal, maksa-maksa, saling membunuh seperti ISIS dan lain-lain,” Isnus adalah jalan yang akan menyelamatkan bangsa Indonesia di kalangan masyarakat muslim.Akan tetapi tidak semua keinginan dan keinginan dan dinamika itu sejalan dan harus diterima secara keseluruhan,atau ditelan mentah-isa mentah:pertama,muslim yang menawarkan sekularisme ketat dan total,Sudah terbukti bahwa tidak memperoleh pijakan di Indonesia,karena Indonesia menganut nilai-nilai yang diafirmasi oleh Isnus.Kedua,Muslim yang menawarkan jalan itu tunggal,dan ketungalan islam hanya bisa dimaknai dengan dimensi tunggal pula.
Karena muslim yang bercorak Isnus ini menjadi mayoritas dan membentuk kultur masyarakat muslim di Nusantara,mau tidak mau,siapa saja dari kelompok mana saja,tidak akan berhasil,dalam melakukan transformasi bangsa Indonesia,dengan tidak memperhatikan nilai-nilai yang dikembangkan Isnus.Oleh karena itu,titik berangkat Isnus,menawarn,pengembangan dan pemodasian nilai-nilai,watak,dan kultur masyarakat muslim yang sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan muslim Indonesia,di tengah berbagai gejolak,kultur,dan ideologi,dengan tidak mencabut akar mayoritas masyarakat pendukungnya.Sebagai nubuatan rahmatan lilalamin Islam dalam konteks di Nusantara.Ada dua perangkat yang menjadi alat isnus untuk memperoleh kebenaran atau menggali sumber pengetahuan:Satu bagian berkaitan dengan akal;dan bagian lain berkaitan dengan hati,ruh(terdalamnya hati),sir(terdalamnya ruh),dan sirrul asrar(terdalamnya sir).Akal adalah anugrah yang diberikan Allah kepada manusia untuk melakukan penalaran dan penggalian pengetahuan,tetapi bukan satu-satunya anugrah.Hati,Ruh,Sirr,dan Sirrul Asrar menjadi alat untuk mencapai mukasyafah,musyahadah,dan kebenaran batin.Sebagai alat mencapai kebenaran,keempat pilar ini hanya akan berfungsi manakala terus menerus ditempa,disepuh,dan dibersihkan lewat laku laku batin,dan tingkatan-tingkatan tertentu dalam suluk dijalankan dengan memohon pertolongan allah.
Pengalaman
Pengalaman adalah guru yang terbaik.setiap orang pernah mengalami sebuah keadaan,berhasil atau gagal dan sukses atau tidak.bagi yang menghargaim pengalaman,apa yang telah tejadi adalah guru yang berharga.Pengalaman masing-masing penemu atau mereka yang Wushul kepada allah ini memperkaya pengungkapan dan pemformulasian tauhid Aswaja di Nusantara di kalangan masyarakat.ini juga cocok dengan alam pikiran orang nusantara yang gemar olah batn,sehingga keduanya mampu menyatu menghasilkan citraan muslim yang membumikan tauhid lewat laku-laku,bukan semata lewat pengajaran-pengajaran di pesantren.
Komentar
Posting Komentar